Kamis, 27 Agustus 2015

MAKNA BLUSUKAN ALA JOKOWI



MAKNA BLUSUKAN ALA JOKOWI BAGI KORPRI UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT SESUAI AMANAT UU NO 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA”
Oleh : Imam Asy’ari, S.Ag. *)
Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna dan santun”, itulah petikan Bab II Pasal 4 huruf  j UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Kalimat dalam pasal di atas sangat jelas menerangkan bahwa seorang abdi negara, yakni PNS atau ASN sebagai Korps Pegawai Republik Indonesia harus bekerja dengan nilai dasar yang luhur. Nilai dasar tersebut dicontohkan dengan rinci antara lain: jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat dan seterusnya. Maka seorang PNS/ASN di era keterbukaan dewasa ini sudah semestinya berkemauan keras untuk meningkatkan prestasi kerjanya dalam melayani masyarakat, tak terkecuali di daerah kita tercinta; Kabupaten Cilacap.
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang 35 %  dialokasikan untuk gaji atau belanja pegawai (www.infovesta.com), sangat rentan berpotensi konflik dan kecemburuan bagi masyarakat kritis yang setiap saat memonitoring perkembangan kualitas pelayanan publik oleh aparatur negara. Jika realitas ini tidak diimbangi dengan peningkatan mutu pelayanan masyarakat oleh para penikmat uang rakyat dalam paket gaji dan tunjangan pegawai, maka akibat yang timbul tidak lain adalah ketidak percayaan masyarakat kepada para aparat. Lebih tragis lagi bila ada korps pegawai yang korup di jajaran instansi manapun, tragedi anarkhisme dan antagonisme masyarakat terhadap pemerintah pasti akan menjadi fenomena tak terelakkan. Contoh kecil di sekolah / madrasah, guru PNS datang terlambat 10 (sepuluh) menit saja, bisa berbuntut panjang dengan rangkaian komentar negatif dari lingkungan masyarakat yang menyaksikannya.
Pelajaran yang dapat dipetik dari fenomena di atas seiring dengan terbitnya UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, adalah kemauan keras segenap pegawai negeri (PNS/ ASN) untuk berikhtiar mewujudkan nilai dasar di atas dalam ranah kerja sehari-hari. Bagi seorang pribadi warga negara dan insan beragama, mengabdi kepada masyarakat adalah sebuah wahana ibadah bila diniati dengan ketulusan hati. Berkhidmat melayani urusan rakyat adalah pekerjaan yang mulia karena selain bersentuhan dengan penunaian kewajiban sebagai pegawai juga berkaitan dengan perilaku luhur yakni menolong sesama. Pertanggungjawaban amal perbuatan dari pelaksanaan tupoksi pegawai tidak hanya di hadapan manusia saja, tetapi lebih sakral lagi di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Bukan hanya di dunia semata dipertanggungjawabkan pekerjaan pegawai, tetapi lebih berat lagi di akhirat kelak. Bagi pegawai yang muslim bahkan diingatkan oleh Alloh SWT dalam firman-Nya: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Alloh dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu” (QS.At-Taubah: 105). Bukan hanya inspektorat dan badan pengawas yang akan mengaudit, memonitoring evaluasi, dan mensupervisi pekerjaan pegawai, bahkan Tuhan dan Rasul serta sesama manusia ikut terlibat. Betapa besar dan berat tanggung jawab seorang pegawai, toh profesi ini masih diburu ribuan bahkan jutaan para pelamar pekerjaan. Lantas apa yang bisa dilakukan bagi seorang aparatur sipil negara dalam menyikapi tantangan kerja dewasa ini?
Wujud nyata peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat adalah jawabannya. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan memetik keteladanan dari Presiden kita,  pak Joko Widodo (Jokowi) yang sangat sederhana dan merakyat. Salah satu profil beliau yang masyhur adalah blusukan dalam sebagian agenda kerjanya. Blusukan (Jawa) adalah kunjungan non protokoler yang dilakukan untuk memantau secara langsung obyek tempat dan aktifitas publik yang menjadi isu persoalan di masyarakat dan membutuhkan penanganan cepat agar tidak berlarut dan menjadi problem akut. Saking populernya program blusukan beliau sampai bos Face Book, Mark Zuckerberg dari Amerika penasaran dan sengaja berkunjung ke Indonesia untuk menemui “Mr Blusukan” Jokowi. Hal ini menjadi ibrah bagi kita bahwa pelayanan publik terkadang harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
Ada 8 (delapan) nilai dasar pegawai (PNS/ASN) yang diamanatkan dalam UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, termaktub dalam pasal 4, huruf j, yaitu:
1. Jujur
2. Tanggap
3. Cepat
4. Tepat
5. Akurat
6. Berdaya guna
7. Berhasil guna
8. Santun.
Dalam kegiatan blusukan setidaknya tersimpan aspek keteladanan pegawai sekaligus pemimpin yang pelayan, cermin sifat dan watak kepemimpinan khalifah Umar bin Khottob yang tegas dan merakyat, juga khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sederhana dan bijaksana dalam sejarah Islam masa Khulafaurrasyidin dan Dinasti Bani Umayyah. Sosok “Mr Blusukan” Jokowi agaknya sangat tepat menjadi suri teladan bagi aparatur Negara dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya masing-masing seiring tuntutan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat.  Pribadi Jokowi dan biografinya telah mewadahi 8 (delapan) nilai dasar pegawai negeri (PNS/ASN) dari kejujuran sampai kesantunan bisa menjadi bekal bagi PNS/ASN dalam menjalankan tugasnya demi terwujudnya eksistensi KORPRI dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sejalan dengan amanat UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Mengamalkan delapan nilai dasar tersebut satu persatu dapat memantapkan proses pembentukan pegawai yang dedikatif dan produktif. Pegawai yang jujur akan bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya. Aparatur sipil Negara (tak terkecuali sipir penjara) yang jujur akan mengemban amanat dengan baik, berkhidmat dengan lurus  dan tulus, tidak tergiur oleh iming-imingan nara pidana. Pegawai yang tanggap akan segera merespon setiap gejala yang timbul di masyarakat, seperti pegawai kesehatan tidak membiarkan wabah penyakit  menular merebak di masyarakat walaupun belum ada intruksi resmi dari atasan.
Bertindak cepat adalah salah satu bentuk pelayanan prima yang dibebankan kepada setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini sangat penting agar tidak timbul permasalahan yang lebih buruk. Begitupun tepat sasaran merupakan bentuk akuntabilitas publik agar kebijakan pemerintah tidak merugikan kepada masyarakat dan Negara. Contohnya menjelang kenaikan harga BBM yang mana tujuannya adalah untuk mengalihkan subsidi bagi kepentingan masyarakat miskin,  maka para pegawai terkait (Kemensos, Kemendagri, Kemenkes dan lainnya) secepatnya menyelesaikan persiapan pengalihan subsidi BBM dengan merealisasikan penerbitan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Distribusi kartu tersebut juga harus tepat sasaran yakni bagi kalangan keluarga tidak mampu. Untuk tepat sasaran harus didukung data yang akurat berdasarkan informasi-informasi faktual dari sumber yang dapat dipercaya.
Penerbitan KIS, KIP dan KKS yang berdasar pada data yang akurat,  pada gilirannya akan membuahkan program yang berdaya guna bagi pemerintah. Dengan kegiatan pendataan sampai penerbitan dan penyaluran subsidi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial kepada masyarakat, program pemerintah akan menjadi lebih berhasil guna bagi masyarakat, rakyat jelata yang betul-betul membutuhkan, bukan yang sudah berkecukupan apalagi berlebihan. Untuk melaksanakan semua alur kegiatan program di atas tentu harus dilakukan dengan santun agar tidak menimbulkan dampak yang negatif. Kesantunan pegawai maupun pemimpin sangat dibutuhkan dalam melayani  masyarakat agar tujuan yang dijadikan misi dalam program benar-benar tercapai. Apalagi program yang sangat diperdebatkan oleh publik seperti kenaikan harga BBM, jika tidak disampaikan secara santun, digulirkan secara arif dan bijaksana bisa fatal akibatnya. Aksi anarkhis atau demonstrasi yang merusak akan mudah terjadi di lingkungan kota sampai desa. Padahal tujuan program justru berpihak kepada rakyat kecil, namun keterbatasan pemahaman orang awam hanya berdalih turut naiknya harga-harga kebutuhan pokok, mereka beranggapan kebijakan pemerintah mencekik leher rakyat. Aparatur sipil Negara perlu meyakinkan rakyat bahwa betul dalam skala mikro kenaikan harga BBM memberatkan, dalam ruang lokal kenaikan harga BBM menyengsarakan rakyat, dalam jangka pendek mengacaukan tatanan harga pasar. Tetapi jika berfikir dalam skala makro, program pengalihan subsidi meringankan beban   belanja negara,  dalam ruang gelobal mensejahterakan rakyat, dalam jangka panjang menstabilkan tatanan harga pasar.
Kesimpulannya bahwa di balik makna blusukan Jokowi terdapat butir-butir keteladanan, tetesan uswah hasanah dan contoh desain ideal seorang pemimpin yang pelayan. Patut ditiru oleh aparatur Negara, bukan dari kebiasaan kunjungan non protokolernya tetapi dari pesan moral yang terkandung dalam aktifitas blusukan Jokowi itu sendiri sehingga bila mau mengambil ibrah dan menggali hikmah dari sosok Mr Blusukan” Jokowi akan ditemukan nilai keluhuran yang bisa menjadi bekal bagi perwujudan semangat pengabdian para pegawai. Nilai keluhuran itu menjadi modal untuk perwujudan tema : “Eksistensi KORPRI dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sejalan dengan amanat UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”. Akhirnya dengan penerapan nilai dasar ASN yang delapan: Jujur, Tanggap, Cepat, Tepat, Akurat, Berdaya Guna dan Berhasil Guna serta Santun kiranya Alloh SWT memberi kesempatan kepada kita bangsa Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Cilacap pada khususnya untuk mampu mewujudkan Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur dan Negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Karto Raharjo. Amien
Selamat Ulang Tahun KORPRI yang ke 43, Dirgahayu KORPRI !!!
Cilacap Bercahaya, Bangga mBangun Desa !!!          

) Imam Asy’ari, S.Ag.
Guru PNS Kementerian Agama Kab. Cilacap
Kepala MTs Al-Mukarromah Sampang di Karangjati

UPACARA HUT RI KE 70 KEC SAMPANG CILACAP