MAKNA BLUSUKAN ALA JOKOWI BAGI
KORPRI UNTUK PENINGKATAN
PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT SESUAI AMANAT UU NO 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR
SIPIL NEGARA”
Oleh : Imam Asy’ari, S.Ag. *)
“Memberikan layanan kepada publik
secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna dan
santun”, itulah petikan Bab II Pasal 4 huruf j UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN). Kalimat dalam pasal di atas sangat jelas menerangkan bahwa
seorang abdi negara, yakni PNS atau ASN sebagai Korps Pegawai Republik
Indonesia harus bekerja dengan nilai dasar yang luhur. Nilai dasar tersebut
dicontohkan dengan rinci antara lain: jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat dan
seterusnya. Maka seorang PNS/ASN di era keterbukaan dewasa ini sudah semestinya
berkemauan keras untuk meningkatkan prestasi kerjanya dalam melayani
masyarakat, tak terkecuali di daerah kita tercinta; Kabupaten Cilacap.
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang 35 % dialokasikan untuk gaji atau belanja pegawai (www.infovesta.com), sangat rentan berpotensi konflik dan
kecemburuan bagi masyarakat kritis yang setiap saat memonitoring perkembangan
kualitas pelayanan publik oleh aparatur negara. Jika realitas ini tidak
diimbangi dengan peningkatan mutu pelayanan masyarakat oleh para penikmat uang
rakyat dalam paket gaji dan tunjangan pegawai, maka akibat yang timbul tidak
lain adalah ketidak percayaan masyarakat kepada para aparat. Lebih tragis lagi
bila ada korps pegawai yang korup di jajaran instansi manapun, tragedi anarkhisme
dan antagonisme masyarakat terhadap pemerintah pasti akan menjadi fenomena tak
terelakkan. Contoh kecil di sekolah / madrasah, guru PNS datang terlambat 10
(sepuluh) menit saja, bisa berbuntut panjang dengan rangkaian komentar negatif
dari lingkungan masyarakat yang menyaksikannya.
Pelajaran yang dapat dipetik dari
fenomena di atas seiring dengan terbitnya UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara, adalah kemauan keras segenap pegawai negeri (PNS/ ASN) untuk
berikhtiar mewujudkan nilai dasar di atas dalam ranah kerja sehari-hari. Bagi seorang
pribadi warga negara dan insan beragama, mengabdi kepada masyarakat adalah
sebuah wahana ibadah bila diniati dengan ketulusan hati. Berkhidmat melayani
urusan rakyat adalah pekerjaan yang mulia karena selain bersentuhan dengan
penunaian kewajiban sebagai pegawai juga berkaitan dengan perilaku luhur yakni
menolong sesama. Pertanggungjawaban amal perbuatan dari pelaksanaan tupoksi
pegawai tidak hanya di hadapan manusia saja, tetapi lebih sakral lagi di
hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Bukan hanya di dunia semata dipertanggungjawabkan
pekerjaan pegawai, tetapi lebih berat lagi di akhirat kelak. Bagi pegawai yang
muslim bahkan diingatkan oleh Alloh SWT dalam firman-Nya: “Dan katakanlah:
Bekerjalah kamu, maka Alloh dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat
pekerjaanmu itu” (QS.At-Taubah: 105). Bukan hanya inspektorat dan badan
pengawas yang akan mengaudit, memonitoring evaluasi, dan mensupervisi pekerjaan
pegawai, bahkan Tuhan dan Rasul serta sesama manusia ikut terlibat. Betapa
besar dan berat tanggung jawab seorang pegawai, toh profesi ini masih diburu
ribuan bahkan jutaan para pelamar pekerjaan. Lantas apa yang bisa dilakukan
bagi seorang aparatur sipil negara dalam menyikapi tantangan kerja dewasa ini?
Wujud nyata
peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat adalah jawabannya. Bagaimana
caranya? Salah satunya dengan memetik keteladanan dari Presiden kita, pak Joko Widodo (Jokowi) yang sangat
sederhana dan merakyat. Salah satu profil beliau yang masyhur adalah blusukan
dalam sebagian agenda kerjanya. Blusukan (Jawa) adalah kunjungan non protokoler
yang dilakukan untuk memantau secara langsung obyek tempat dan aktifitas publik
yang menjadi isu persoalan di masyarakat dan membutuhkan penanganan cepat agar
tidak berlarut dan menjadi problem akut. Saking populernya program blusukan
beliau sampai bos Face Book, Mark Zuckerberg dari Amerika penasaran dan sengaja
berkunjung ke Indonesia untuk menemui “Mr Blusukan” Jokowi. Hal ini
menjadi ibrah bagi kita bahwa pelayanan publik terkadang harus dilakukan
dengan cepat dan tepat.
Ada 8 (delapan)
nilai dasar pegawai (PNS/ASN) yang diamanatkan dalam UU No 5 Tahun 2014 Tentang
Aparatur Sipil Negara, termaktub dalam pasal 4, huruf j, yaitu:
1. Jujur
2. Tanggap
3. Cepat
4. Tepat
5. Akurat
6. Berdaya guna
7. Berhasil guna
8. Santun.
Dalam kegiatan blusukan
setidaknya tersimpan aspek keteladanan pegawai sekaligus pemimpin yang
pelayan, cermin sifat dan watak kepemimpinan khalifah Umar bin Khottob yang
tegas dan merakyat, juga khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sederhana dan
bijaksana dalam sejarah Islam masa Khulafaurrasyidin dan Dinasti Bani Umayyah.
Sosok “Mr Blusukan” Jokowi agaknya sangat tepat menjadi suri teladan
bagi aparatur Negara dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya masing-masing
seiring tuntutan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat. Pribadi Jokowi dan biografinya telah mewadahi
8 (delapan) nilai dasar pegawai negeri (PNS/ASN) dari kejujuran sampai
kesantunan bisa menjadi bekal bagi PNS/ASN dalam menjalankan tugasnya demi
terwujudnya eksistensi KORPRI dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
sejalan dengan amanat UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Mengamalkan
delapan nilai dasar tersebut satu persatu dapat memantapkan proses pembentukan
pegawai yang dedikatif dan produktif. Pegawai yang jujur akan bekerja
sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya. Aparatur sipil Negara (tak
terkecuali sipir penjara) yang jujur akan mengemban amanat dengan baik,
berkhidmat dengan lurus dan tulus, tidak
tergiur oleh iming-imingan nara pidana. Pegawai yang tanggap akan segera
merespon setiap gejala yang timbul di masyarakat, seperti pegawai kesehatan
tidak membiarkan wabah penyakit menular merebak
di masyarakat walaupun belum ada intruksi resmi dari atasan.
Bertindak cepat
adalah salah satu bentuk pelayanan prima yang dibebankan kepada setiap Pegawai
Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini sangat penting
agar tidak timbul permasalahan yang lebih buruk. Begitupun tepat sasaran
merupakan bentuk akuntabilitas publik agar kebijakan pemerintah tidak merugikan
kepada masyarakat dan Negara. Contohnya menjelang kenaikan harga BBM yang mana
tujuannya adalah untuk mengalihkan subsidi bagi kepentingan masyarakat
miskin, maka para pegawai terkait (Kemensos,
Kemendagri, Kemenkes dan lainnya) secepatnya menyelesaikan persiapan pengalihan
subsidi BBM dengan merealisasikan penerbitan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu
Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Distribusi kartu
tersebut juga harus tepat sasaran yakni bagi kalangan keluarga tidak mampu.
Untuk tepat sasaran harus didukung data yang akurat berdasarkan
informasi-informasi faktual dari sumber yang dapat dipercaya.
Penerbitan KIS,
KIP dan KKS yang berdasar pada data yang akurat, pada gilirannya akan membuahkan program yang berdaya
guna bagi pemerintah. Dengan kegiatan pendataan sampai penerbitan dan
penyaluran subsidi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial kepada
masyarakat, program pemerintah akan menjadi lebih berhasil guna bagi
masyarakat, rakyat jelata yang betul-betul membutuhkan, bukan yang sudah
berkecukupan apalagi berlebihan. Untuk melaksanakan semua alur kegiatan program
di atas tentu harus dilakukan dengan santun agar tidak menimbulkan
dampak yang negatif. Kesantunan pegawai maupun pemimpin sangat dibutuhkan dalam
melayani masyarakat agar tujuan yang
dijadikan misi dalam program benar-benar tercapai. Apalagi program yang sangat
diperdebatkan oleh publik seperti kenaikan harga BBM, jika tidak disampaikan
secara santun, digulirkan secara arif dan bijaksana bisa fatal akibatnya. Aksi
anarkhis atau demonstrasi yang merusak akan mudah terjadi di lingkungan kota
sampai desa. Padahal tujuan program justru berpihak kepada rakyat kecil, namun
keterbatasan pemahaman orang awam hanya berdalih turut naiknya harga-harga
kebutuhan pokok, mereka beranggapan kebijakan pemerintah mencekik leher rakyat.
Aparatur sipil Negara perlu meyakinkan rakyat bahwa betul dalam skala mikro
kenaikan harga BBM memberatkan, dalam ruang lokal kenaikan harga BBM
menyengsarakan rakyat, dalam jangka pendek mengacaukan tatanan harga pasar.
Tetapi jika berfikir dalam skala makro, program pengalihan subsidi meringankan
beban belanja negara, dalam ruang gelobal mensejahterakan rakyat,
dalam jangka panjang menstabilkan tatanan harga pasar.
Kesimpulannya
bahwa di balik makna blusukan Jokowi terdapat butir-butir
keteladanan, tetesan uswah hasanah dan contoh desain ideal seorang
pemimpin yang pelayan. Patut ditiru oleh aparatur Negara, bukan dari kebiasaan
kunjungan non protokolernya tetapi dari pesan moral yang terkandung dalam
aktifitas blusukan Jokowi itu sendiri sehingga bila mau mengambil
ibrah dan menggali hikmah dari sosok “Mr Blusukan”
Jokowi akan ditemukan nilai keluhuran yang bisa menjadi bekal bagi
perwujudan semangat pengabdian para pegawai. Nilai keluhuran itu menjadi modal
untuk perwujudan tema : “Eksistensi KORPRI dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat sejalan dengan amanat UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara”. Akhirnya dengan penerapan nilai dasar ASN yang delapan: Jujur,
Tanggap, Cepat, Tepat, Akurat, Berdaya Guna dan Berhasil Guna serta
Santun kiranya Alloh SWT memberi kesempatan kepada kita bangsa Indonesia
pada umumnya dan Kabupaten Cilacap pada khususnya untuk mampu mewujudkan Baldatun
Thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur dan Negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi Toto
Tentrem Karto Raharjo. Amien
Selamat Ulang
Tahun KORPRI yang ke 43, Dirgahayu KORPRI !!!
Cilacap
Bercahaya, Bangga mBangun Desa !!!
) Imam Asy’ari,
S.Ag.
Guru PNS
Kementerian Agama Kab. Cilacap
Kepala MTs
Al-Mukarromah Sampang di Karangjati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar